Jakarta – Pada 21 Agustus 2025, Komisi VIII DPR RI telah menyetujui usulan untuk mengubah nomenklatur Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Usulan ini datang sebagai bagian dari rancangan Undang-Undang (UU) mengenai penyelenggaraan ibadah Haji dan Umrah yang sedang diproses. Menurut Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan di Komisi VIII, Selly Andriany Gantina, pembahasan rancangan UU tersebut sedang dilakukan secara maraton dengan target penyelesaian pada sidang paripurna yang diharapkan berlangsung pada 26 Agustus 2025.
Perubahan nomenklatur ini awalnya diusulkan oleh pemerintah dalam draf yang diterima pada 19 Agustus 2025. Dalam draf awal dari DPR, penyelenggara ibadah haji dijelaskan sebagai Badan Penyelenggara Haji, namun pemerintah merevisi istilah tersebut menjadi Kementerian Urusan Haji dan Umrah. Hal ini menunjukkan adanya perhatian yang lebih besar terhadap penyelenggaraan ibadah haji, terutama mengingat banyaknya jemaah asal Indonesia yang berpartisipasi setiap tahunnya.
“Usulan ini sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Terdapat tujuh pasal dalam UU tersebut yang secara eksplisit menyebutkan bahwa kementerian yang bertanggung jawab adalah kementerian yang mengurusi urusan Haji dan Umrah, bukan badan,” jelas Selly dalam wawancaranya dengan detikcom.
Langkah perubahan nomenklatur bukan sekadar administratif, melainkan juga responsif terhadap perkembangan kebijakan yang terjadi di Arab Saudi. Selly menegaskan bahwa implementasi Undang-Undang Cipta Kerja belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, khususnya terkait dengan kebijakan ibadah Haji dan Umrah yang berkembang. Oleh karena itu, perubahan ini dianggap krusial untuk meningkatkan pelayanan dan pengelolaan ibadah haji di Indonesia.
Alasan BP Haji Diusulkan Jadi Kementerian
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menjelaskan alasan di balik usulan ini. Ia menyatakan bahwa keputusan untuk mengubah BP Haji menjadi Kementerian Haji diajukan setelah melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan ibadah haji pada tahun sebelumnya.
“Kita harus melihat dari keperluan yang muncul setelah pembentukan badan dan pelaksanaan haji yang lalu. Ada banyak evaluasi yang menunjukkan bahwa untuk melakukan koordinasi yang lebih baik dengan pihak Arab Saudi, dibutuhkan lembaga yang setara dengan kementerian,” ujar Prasetyo dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan.
Ia menambahkan bahwa jumlah jemaah haji dan umrah dari Indonesia mencapai hampir 2 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, keberadaan kementerian khusus untuk mengurus masalah ini sangatlah penting. “Ini adalah tentang memenuhi kebutuhan semua orang, terutama terkait umrah, yang angkanya terus meningkat setiap tahun,” lanjutnya.
Mengubah status BP Haji menjadi kementerian tidak hanya membawa keuntungan dalam koordinasi internasional tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan ibadah haji. Dengan adanya kementerian ini, diharapkan proses administrasi dan pelayanan jemaah dapat semakin ditingkatkan.
Pentingnya Perubahan Nomenklatur
Perubahan nomenklatur ini membawa dampak yang lebih luas bagi masyarakat. Dengan menjadikan Kementerian Haji dan Umrah, harapannya adalah adanya otoritas yang lebih jelas dan terstruktur dalam menyelenggarakan ibadah haji dan umrah. Ini bukan sekadar penggantian nama, tetapi juga melambangkan perubahan positif dalam hal kebijakan dan pelayanan kepada calon jemaah.
Dalam era yang semakin modern dan dinamis, kebutuhan akan pelayanan ibadah yang lebih baik menjadi semakin mendesak. Proses perjalanan haji yang panjang dan kompleks membutuhkan dukungan yang memadai dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. Keberadaan kementerian ini diharapkan dapat merampingkan proses dan meningkatkan ketersediaan informasi bagi masyarakat yang ingin melakukan ibadah haji.
Selain itu, dengan adanya kementerian ini, diharapkan juga adanya peningkatan dalam hal regulasi terkait biaya, akomodasi, dan layanan selama pelaksanaan ibadah. Masyarakat berhak mendapatkan transparansi dan kejelasan terkait segala aspek pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
Menunggu Persetujuan Akhir
Kini, semua mata tertuju pada tanggal 26 Agustus 2025, saat di mana Rancangan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah diharapkan dapat disahkan dalam sidang paripurna. Penetapan yang tepat waktu akan menjadi langkah maju yang signifikan dalam pengelolaan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Proses ini mencerminkan komitmen pemerintah dan DPR untuk memperbaiki dan menyempurnakan penyelenggaraan ibadah haji, yang merupakan rukun Islam bagi umat Muslim. Perubahan ini tidak hanya memberikan dampak pada tingkat administratif, tetapi juga akan dirasakan langsung oleh jemaah dalam bentuk pelayanan yang lebih baik.
Arah Kebijakan Masa Depan
Melihat ke depan, dengan adanya Kementerian Haji dan Umrah, perlu ada analisis berkala mengenai penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Kebijakan dan regulasi harus selalu diperbaharui sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan terbaru yang muncul baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Adanya kementerian ini diharapkan membawa harapan baru bagi umat Muslim di Indonesia yang ingin melaksanakan ibadah haji. Dengan koordinasi yang lebih baik, akses yang lebih mudah, serta transparansi dalam setiap proses, diharapkan pengalaman beribadah haji dan umrah menjadi lebih bermakna dan tidak terlupakan.
**Dalam merencanakan perjalanan ibadah haji dan umrah Anda, penting untuk mendapatkan informasi dan bantuan dari sumber terpercaya. Dengan demikian, Anda dapat menjalani ibadah dengan tenang dan nyaman.**
Siap untuk Haji yang Tidak Terlupakan?
Kunjungi kami untuk informasi lebih lanjut tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.